Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.uksw.edu//handle/123456789/1183
Title: | Proposal “Fenomena Anak Rambut Gimbal di Dataran Tinggi Dieng” |
Authors: | Wilhelm, Aurelius Syukur |
Keywords: | gimbal;Local Wisdom |
Issue Date: | 2012 |
Publisher: | Magister Sosiologi Agama Program Pascasarjana FTEO-UKSW |
Abstract: | Anak Rambut Gembel di dataran tinggi Dieng, adalah sebuah fenomena yang menarik untuk diteliti. Rambut gembel ini ada tumbuh pada anak-anak, bukan karena faktor genetik, ataupun karena tidak pernah mencuci rambut. Fenomena ini belum bisa dijelaskan secara biologis. Gejala tumbuhnya rambut gembel sangat memprihatinkan orang tua. Inilah yang membuat para orang tua anak rambut gembel, berusaha menerima takdir bahwa anak mereka berambut gembel. Anak rambut gembel diistimewakan oleh keluarganya, karena rambut gembelnya menarik perhatian kita untuk melihat kehidupan mereka lebih jauh. Gembel berarti kotor, ngeres, atau sial, oleh karena itu pada saat gigi depan sang anak sudah tanggal, rambut gembel ini harus dipotong dengan sebuah ritual. Saat ritual permintaan anak harus dituruti, dan harus sesuai, tidak boleh ada yang kurang. Ratu Pantai Selatan adalah nama yang sering dikaitkan dengan anak rambut gembel. tetapi bukan hanya nama itu saja yang terkait dengan anak rambut gembel. Ada juga Kyai Kolodete, Nini Dewi Laras Jinde, Kaki dan Nini Robyong. Beberapa tokoh ini saling terkait dengan hadirnya fenomena anak rambut gembel di dataran tinggi Dieng. Dalam mitos yang beredar di dataran tinggi Dieng, anak rambut gembel ini terkait dengan kepercayaan Jawa. Kepercayaan Jawa ini terlihat dalam bagaimana mereka diperlakukan istimewa dalam keluarga mereka, dan pada saat ritual pemotongan rambut gembel. Anak rambut gembel dipercaya sebagai sebuah titipan dari alam adikodrati, yang harus dirawat dengan baik, segala permintaannya harus dituruti. Tujuannya ialah untuk berdamai dengan penghuni alam adikodrati, yang dipercaya sebagai penunggu anak rambut gembel. Ini juga sebagai penerimaan takdir yang tidak bisa dihindari, karena anak rambut gembel ini tidak bisa diminta atau ditolak oleh siapapun. Dalam ritual pemotongan rambut gembel terlihat sebuah usaha menyesuaikan diri dengan alam adikodrati, dimana ada sesajen agar rambut gembel tidak lagi kembali pada sang anak. Fenomena anak rambut gembel ini, dijelaskan dengan menggunakan teori tentang agama dari Durkheim. Durkheim menyatakan tentang adanya dua bentuk yang berbeda dalam kehidupan manusia, yang harus selalu ada dan tidak bisa bersatu, yaitu yang sakral dan yang profan. Ini untuk memperlihatkan bahwa anak rambut gembel ini merupakan yang sakral bagi masyarakat dataran tinggi Dieng. Saat ini, anak rambut gembel menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi wisatawan dataran tinggi Dieng. Saat ritual pemotongan rambut gembel secara massal dilaksanakan, banyak orang berpartisipasi di dalamnya. Anak rambut gembel ini adalah sebuah objek pariwisata yang menguntungkan. Di sinilah terlihat pudarnya kesakralan anak rambut gembel. Oleh karena itu sesuatu yang sakral ditentukan oleh masyarakat, begitu juga saat nilai dari sesuatu yang sakral pudar dan menjadi yang profan, masyarakatlah yang menentukan |
URI: | http://repository.uksw.edu/handle/123456789/1183 |
Appears in Collections: | T2 - Master of Religion Sociology |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
T2_752010004_Judul.pdf | Halaman Judul | 568.98 kB | Adobe PDF | View/Open |
T2_752010004_Daftar Pustaka.pdf | Daftar Pustaka | 49.87 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.