Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.uksw.edu//handle/123456789/17890
Title: | Pemaknaan Somba Marhula-Hula: Pada Upacara Adat Pernikahan Jemaat HKBP Salatiga |
Authors: | Pangaribuan, Agustina Rahayu |
Keywords: | adat;Somba marhula-hula;sistem kekerabatan |
Issue Date: | 2019 |
Publisher: | Program Studi Teologi FTEO-UKSW |
Abstract: | Setiap individu yang hidup dalam masyarakat yang berkelompok-kelompok sesuai dengan adatnya. Sistem kekerabatan merupakan serangkaian aturan yang mengatur pengelompokan orang-orang yang memiliki hubungan darah atau hubungan keturunan satu nenek moyang. Kekerabatan pada masyarakat batak toba terjadi, disebabkan oleh perkawinan. Sehingga akibat perkawinan inilah, maka timbul sitilah-istilah kekerabatan. Sistem kekerabatan orang batak dapat dilihat dari garis ketururan laki-laki (patrilineal). Dengan demikian dapat ditentukan struktur kekeluargaannya (partuturan) sesuai dengan marga-nya. Marga merupakan identitas orang batak yang masih tetap berlaku. Dasar hubungan sosial yang terjalin dalam sistem kekerabatan orang batak ialah Dalihan Natolu. Dalihan Natolu memiliki tiga unsur tiang penopang yaitu Dongan Sahuta, Boru, dan Hula-hula. Hula-hula adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu (marga dari pihak perempuan) termasuk dalam golongan pihak hula-hula menempati kedudukan yang terhormat pada masyarakat Batak Toba. Dalam hal ini hula-hula merupakan manifestasi dari dewa Batara yang merupakan dewa tertinggi sehingga hula-hula lebih tinggi dari dua unsur lainnya. Salah satu ungkapan budaya yang melegalisasi sikap sosial kepada hula-hula berbunyi: “somba marhula-hula” artinya “harus sembah sujud kepada hula-hula”. Sembah sujud di sini berada dalam konteks tingkah laku, sikap pandang, pemberian, pelayanan sosial dan adat. Dengan kata lain, sama seperti keharusan menyembah dewa Batara Guru. Pada kenyataannya jemaat HKBP Salatiga melihat bahwa somba kepada Tuhan dan somba marhula-hula menjadi satu hal yang harus dipisahkan. Kita harus lebih somba kepada Tuhan daripada hula-hula. Karena Tuhan yang menciptakan hula-hula, sekalipun hula-hula dapat memberi berkat, sehingga Tuhan adalah segala-galanya. Berkat hula-hula masih dapat dirasakan ketika kita masih menghormati hula-hula, namun hal tersebut tergantung pada Tuhan. Hal ini dipahami setelah adanya perjumapaan antara Injil dan adat. Sehingga tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman jemaat HKBP Salatiga tentang “Somba marhula-hula” dalam upacara adat pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti memakai teknik pengambilan data primer (wawancara mendalam) dan data sekunder (observasi). |
URI: | http://repository.uksw.edu/handle/123456789/17890 |
Appears in Collections: | T1 - Theology |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
T1_712014091_Abstract.pdf | Abstract | 184.75 kB | Adobe PDF | View/Open |
T1_712014091_Full text.pdf | Full text | 2.9 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.