Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Hak Asuh Anak Dibawah Umur dalam Perceraian (Analisa Putusan Perkara Pengadilan Negeri Semarang Nomor:25/Pdt.G/2018/PN.Smg)

Abstract

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 1 menjelaskan Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada kenyataannya rumah tangga tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan tujuan perkawinan sehingga dimungkinkan akan terjadi perceraian apabila kedua pasangan tidak dapat dipersatukan kembali. Undang-Undang dan Norma Hukum juga mengatur tentang hak asuh anak hasil dari perkawinan apabila terjadi perceraian yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 102K/SIP/1973 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 392K/Sip/1969 yang memperkuat bahwa hak asuh anak di bawah umur diberikan kepada ibu. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pertimbangan Majelis Hakim dalam menentukan hak asuh anak dibawah umur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana tentang pertimbangan hukum hakim dalam menentukan hak asuh anak dibawah umur ditinjau dari kasus Perceraian Putusan Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor:25/Pdt.G/2018/PN.Smg menyatakan bahwa Majelis Hakim membenarkan masing-masing penggugat dan tergugat dapat mengasuh satu anak untuk masing-masing yang menurut analisa penulis Majelis Hakim dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan pertimbangan hukum secara Yuridis, Sosiologis dan Filosofis.