Relevansi Pemikiran Keagamaan Kartini bagi Penguatan Fungsi Transformatif Gereja di Indonesia (Tinjauan Teologi Kontekstual)

Abstract

Indonesia kaya akan keberagaman, secara khusus dalam penghayatan keagamaan dan kebudayaan. Keberagaman yang dimiliki Indonesia adalah karya Tuhan Sang Pencipta. Di balik keberagaman, manusia berupaya menemukan kehadiran Tuhan, membangun dialog yang hidup dan memaknai esensi Yang Ilahi. Kebudayaan yang memuat nilai luhur, kebaikan, sekaligus landasan hidup adalah perwujudan dari pertemuan antara Tuhan dan manusia. Teologi kontekstual melalui pendekatan model antropologis dalam pemikiran Stephen Bevans membantu mengungkap gagasan keagamaan yang bersumber dari jati diri Indonesia sendiri, yakni pemikiran keagamaan Kartini. Pemikiran Kartini lahir dari refleksi imannya, didorong oleh kepekaan terhadap pluralitas dan cita-cita membangun kemanusiaan. Maka itu, pemikiran Kartini turut membentuk esensi beragama dalam memaknai kehadiran Tuhan dari sisi kemanusiaan. Hal ini selaras dengan fungsi gereja yang menyasar pada pembaruan eksistensial, perubahan manusia, serta tatanan sosial masyarakat sesuai realitas dan kebutuhan konteks. Dengan demikian, gagasan Kartini memberi pengaruh yang signifikan bagi penguatan fungsi transformatif gereja dalam rangka menjalankan misi dan tanggung jawabnya di Indonesia. Pemikiran Kartini mengarahkan gereja untuk memurnikan kembali pemahaman, misi dan makna kehadirannya secara kontekstual, guna mencapai aksi konkret sebagai realisasi penghayatan eksistensialnya yang didasarkan pada peri-kemanusiaan. Gereja dapat menjadi tempat sekaligus pelaku bagi terwujudnya kemanusiaan sejati yang merupakan hasil refleksi iman akan makna ber-Tuhan dalam konteks riil. Hal ini mendukung terciptanya keluhuran, penghormatan, rasa kesatuan, serta teratasinya problema sosial kemasyarakatan, sejalan dengan pemikiran luhur Kartini sebagai pahlawan bangsa.