Pemaknaan Ruang Publik Menurut Jurgen Habermas Terhadap Klub Sinema Sisifus Sebagalayar Alternatif

Abstract

Diantara ketatnya regulasi bioskop komersil serta aturan moralistik masyarakat yang dirasa menghambat kreativitas dan kebebasan berekspresi, layar alternatif mampu menjadi ruang bebas yang mudah diakses oleh sineas dan penonton (masyarakat) dengan beraneka ragam pilihan bentuk film. Hal tersebut karena layar alternatif tidak memiliki standar yang ketat layaknya bioskop komersil. Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali layar alternatif yang berdiri secara independen, salah satunya yaitu Klub Sinema Sisifus di Salatiga. Penelitian ini ditujukan untuk melihat bagaimana pemaknaan ruang publik menurut Jurgen Habermas terhadap Klub Sinema Sisifus sebagai layar alternatif. Metode penelitian yang dipakai adalah kualitatif dengan menghimpun data dari observasi partisipan, wawancara mendalam dan studi pustaka yang pada akhirnya dianalisis menggunakan lima premis ruang publik menurut Hardiman. Dari hasil penelitian, Klub Sinema Sisifus dapat dimaknai sebagai ruang publik menurut Jurgen Habermas karena semua premis terpenuhi

With the strict regulation of commercial cinema and moralistic rules of society which are felt to hamper the creativity and freedom of expression, alternative screens are able to become a free space which is easily accessible by filmmakers and public with a variety choices of film. It happened because alternative screens doesn't have any strict standards as commercial cinemas. In Indonesia, there are many alternative screens who's stand independently, one of them is “Klub Sinema Sisifus” in Salatiga. This study aims to see the meaning of public sphere by Jurgen Habermas to “Klub Sinema Sisifus” as alternative screens. This study used qualitative method with participant observation as datcollection method, interview and literature, review and it would be analyzed with five premise of public sphere by Hardiman. From the final research of study, “Klub Sinema Sisifus” could be interpreted as a public sphere according to Jurgen Habermas because qualified by all the premise.