Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Fisik Terhadap Perempuan Yang Terikat Perkawinan Secara Agama

Abstract

Tindak Pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fenomena hukum yang marak terjadi, salah satu fenomena yang terjadi adalah kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri yang hanya terikat perkawinan secara agama namun tidak dicatatkan secara resmi sebagaimana Amanah UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif penulis mendapati temuan bahwa Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri SoE melakukan terobosan hukum dengan mengadili perkara terhadap kekerasan terhadap isteri yang hanya terikat perkawinan secara agama namun tidak dicatatkan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Setelah dicermati lebih jauh dasar Majelis Hakim dalam mengadili dengan menggunakan UU KDRT terhadap persoalan dimaksud disebankan UU KDRT lebih efektif dan adil dalam konteks perlindungan terhadap perempuan jika dibandingkan menggunakan ketentuan kekerasan dalam Peraturan Perundang-Undangan lainnya semisal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Atas temuan dalam pembahasan maka perlu ada kebijakan hukum pidana berupa revisi UU KDRT terutama memperluas raung lingkup UUKDRT sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2). Objek ruang lingkup rumah tangga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU KDRT tidak menjangkau kebutuhan hukum masyarakat saat ini, seharusnya ruang lingkup rumah tangga diberlakukan juga terhadap pasangan suami isteri yang meskipun perkawinannya tidak tercatat secara resmi namun telah diikat perkawinannya secara gereja dan telah tinggal bersama layaknya suami isteri dipandang sebagai pasangan suami isteri yang wajib diatur sebagai ruang lingkup UU KDRT