Tradisi Suran Dan Maknanya Bagi Masyarakat Dusun Mulungan

Abstract

ABSTRAK

Maruschka Lathifah Ar-rumi, 152018008. 2022.TRADISI SURAN DAN MAKNANYA BAGI MASYARAKAT DUSUN MULUNGAN.Tugas AkhirProgram Studi S1 Sejarah. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini bertujuan menjelaskan hal-hal yang mendasari masyarakat dusun Mulungan melaksanakan tradisi Suran, mendeskripsikan prosesi tradisi Suran, serta menjelaskan makna dan fungsi tradisi Suran bagi masyarakat dusun Mulungan.Tradisi Suran dilaksanakan untuk memperingati awal tahun baru Jawa, bulan Sura pada penanggalan Jawa dengan tanggal 1 Muharram pada kalender Hijriyah. Di Dusun Mulungan, Desa Nogosaren, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang masyarakat menyebut bulan Sura dengan sebutan kawitane taun atau tahun pertama nenurut penanggalan Jawa. Tradisi Suran dilaksanakan untuk meminta tolak bala supaya tanaman berbuah dan hal-hal baik seperti: meminta rezeki yang melimpah, keselamatan dan tidak mengalami musibah. Menurut warga dusun Mulungan pada bulan Sura masyarakat perlu merenungkan, mendekatkan diri dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Permasalahannya adalah apabila masyarakat Mulungan tidak melaksanakan tradisi Suran maka mereka khawatir akan terjadi musibah atau mara bahaya. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan latar belakang masyarakat Mulungan melaksanakan tradisi Suran dan maknanya bagi masyarakat.Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan tradisi Suran di dusun Mulungan dilatarbelakangi oleh ajaran Sunan Kalijaga yang disebut methukan (pertemuan). Maksudnya adalah mempertemukan dan mempersatukan umat Islam agar tidak terpecah belah, karena pada saat itu masih banyak masyarakat yang menyembah batu. Adapun makna tradisi Suran adalah dengan masyarakat mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, mereka mendapat keselamatan, selamat di perjalanan, bebas dari mara bahaya baik di rumah maupun saat bekerja.

Abstract: The Suran tradition is carried out to commemorate the beginning of the Javanese new year, the month of Sura on the Javanese calendar with the 1st of Muharram on the Hijri calendar. In Mulungan Hamlet, Nogosaren Village, Getasan District, Semarang Regency, people call the month of Sura as kawitane taun or the first year of the Javanese calendar. The Suran tradition is carried out to ask for blessings so that plants bear fruits and good things such as: asking for abundant sustenance, safety, and preventing calamities. According to the residents of Mulungan hamlet in the month of Sura, people need to reflect, get closer and pray to God almighty. The problem is that if the Mulungan people do not carry out the Suran tradition, they are worried that there will be disaster or danger. The purpose of the study is to describe the background of the Mulungan community carrying out the Suran tradition and it’s meaning for the community. The method in this study is a qualitative descriptive method with data retrieval techniques through interviews, observation, and documentation. The results showed that the Suran tradition in Mulungan hamlet wa motivated by the teachings of Sunan Kalijaga called methukan (meeting). The intention is to bring together and unite Muslims so as not to be divided, because at that time there were still many people who whorshipped stones. The meaning of the Suran tradition is that by the community drawing closer to God Almighty, they get salvation, safe on the way, free from danger both at home and at work.