Surat Pernyataan vs Akta Otentik: Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 117 K/PDT/2017

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan kekuatan pembuktian surat pernyataan terhadap akta otentik dalam proses pembuktian di pengadilan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendeketan perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang memiliki sangkut paut dengan isu hukum yang diangkat. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa sebuah akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna secara lahiriah, sedangkan surat pernyataan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna apabila para pihak yang tercantum dalam surat pernyataan tersebut mengakui kebeneran akan isi dan tanda tangan dalam surat pernyataan tersebut. Apabila salah satu pihak menyangkal akan kebenaran isi maupun tanda tangan dari surat pernyataan tersebut, makan surat pernyataan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, artinya nilai kekuatan pembuktian sebuah surat pernyataan akan jatuh menjadi bukti awal tulisan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembuktian sebuah pengadilan sebuah akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat dibanding dengan surat pernyataan. Melihat pada praktiknya, masih ada proses pengadilan yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Terlihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 117 K/Pdt/2017 yang menjatuhkan nilai pembuktian akta otentik dan memenangkan surat pernyataan yang tidak diakui oleh pihak Tergugat.