Pelaksanaan Putusan Pidana Bersyarat Dalam Perkara Penyerobotan

Abstract

Penyerobotan tanah merupakan suatu tindak pidana yang banyak terjadi dan sangat merugikan pemilik lahan. Penyerobotan tanah masuk dalam tindak pidana ringan sehinga pelaku tindak pidana penyorobotan tanah sering dihukum dengan hukuman percobaan. Menjadi suatu masalah ketika pelaku telah dijatuhi hukuman percobaan namun pelaku masih tetap tinggal pada lahan sama sebagaimana dalam Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 969/Pid/2016, tanggal 29 November 2016. Adapun jenis dari penelitian ini adalah penelitian normative dengan menggunakan teknik pendekatan perudang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menemukan bahwa yang menjadi kendala dalam penjatuhan pidana bersyarat diantaranya adalah adanya hambatan dalam eksekusi pidana bersyarat, sistim pengawasan dan system pembinaan yaitu belum melembaganya pola-pola pengawasan yang dilakukan dan sistim kerjasama didalam pengawasan, tidak berkembangnya lembaga-lembaga reklasering swasta yang merupakan sarana yang sangat penting di dalam pelaksanaan pengawasan dan pembinaan napidana bersyarat. Adapun saran yang ingin disampaikan penulis dalam tesis ini yaitu diharapkan pemerintah segera merealisasikan undang-undang yang khusus tentang pidana bersyarat sebagai pedoman dalam penerapan pidana bersyarat dalam sistem pemidanaan di Indonesia.

Land grabbing is a criminal act that occurs a lot and is very detrimental to land owners. Land grabbing is a minor crime so that perpetrators of land grabbing crimes are often punished with suspended sentences. It becomes a problem when the perpetrator has been sentenced to probation but the perpetrator still lives on the same land as in the Case Study of Supreme Court Decision Number : : 969/Pid/2016, tanggal 29 November 2016. The type of this research is normative research using the techniques of the shrimp approach, case approach and conceptual approach. The results of the study found that the obstacles in the sentencing of conditional crimes include obstacles in the execution of conditional crimes, the supervision system and guidance system, namely the lack of institutionalization of the patterns of supervision carried out and the system of cooperation in supervision, The lack of development of private advertising institutions which are very important means in the implementation of supervision and formation of conditional prisoners. The suggestion that the author wants to convey in this thesis is that it is hoped that the government will immediately realize a special law on conditional crime as a guideline in the application of conditional crime in the penal system in Indonesia.