Prevalensi Penderita Gout di Desa Leilem Kab. Minahasa

Abstract

Latar Belakang. Artritis gout adalah penyakit artritis akibat dari pembentukan kristalisasi urat di persendian pada keadaan hiperurisemia. Penyakit ini merupakan penyakit metabolik tertinggi kedua di Sulawesi Utara. Leilem merupakan salah satu desa yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara yang diyakini memiliki kasus artritis gout yang belum diketahui prevalensinya. Tujuan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui prevalensi artritis gout di desa Leilem. Metode. Penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah survei terhadap hampir seluruh penduduk di Lingkungan 4,5, dan 6 di Desa Leilem 3, dengan total penduduk yang di-skrining sebanyak 541 orang (242 KK). Skrining awal untuk menentukan keberadaan artritis gout dibantu dengan kuesioner mengenai petunjuk diagnosis gout di lapangan, mencakup pernyataan tanda dan gejalah dari: (a) gout akut, (b) intermiten 1, (c) intermiten 2, (d) hiperurisemia dan (e) gout topus. Kisaran umur yang di skrining dari usia 2 tahun hingga 96 tahun. Tahap kedua adalah menentukan responden yang mengalami gout topus, peneliti memberikan kuesioner khusus untuk mengetahui detail topus pada responden. Hasil penelitian. Dari total 541 responden didapati prevalensi gout menurut pembagian artritis gout adalah: (a) 59,88% gout akut, (b) 47,13% intermiten 1 (erythema), (c) 33,64% intermiten 2 (podagra), (d) 28,83% hiperurisemia dan (e) 0,73% gout topus. Menurut kelompok usia, paling banyak teridentifikasi gout adalah kelompok usia 40-69 tahun. Menurut status keluarga, paling banyak terjadi pada peran ayah atau pada jenis kelamin laki-laki. Menurut keberadaan gout topus terdapat 4 responden yang diduga mengalami gout topus poliartikular. Kesimpulan. Terdapat hubungan signifikan dari perilaku konsumsi alkohol yang berlebih dan bawaan genetik marker dari penduduk asli Minahasa membuat prevalensi gout di desa ini melebihi 50%.

Gouty arthritis is an arthritis disease resulting from the formation of urate crystallization in the joints in a state of hyperuricemia. This disease is the second highest metabolic disease in North Sulawesi. Leilem is one of the villages in Minahasa, North Sulawesi which is believed to have cases of gouty arthritis whose prevalence is unknown. Objective. This research was conducted with the aim of determining the prevalence of gouty arthritis in Leilem village. Method. This research was carried out in two stages. The first stage was a survey of almost all residents in Wards 4, 5 and 6 in Leilem 3 Village, with a total of 541 people (242 families) screened. Initial screening to determine the presence of gouty arthritis is assisted by a questionnaire regarding instructions for diagnosing gout in the field, including statements of signs and symptoms of: (a) acute gout, (b) intermittent 1, (c) intermittent 2, (d) hyperuricemia and (e) gouty topus. The age range screened was from 2 years old to 96 years old. The second stage was to determine which respondents had gouty topus. The researcher gave a special questionnaire to find out details of topus in the respondents. Research result. From a total of 541 respondents, it was found that the prevalence of gout according to the division of gout arthritis was: (a) 59.88% acute gout, (b) 47.13% intermittent 1 (erythema), (c) 33.64% intermittent 2 (podagra), ( d) 28.83% hyperuricemia and (e) 0.73% gouty topus. According to age group, the most frequently identified gout is in the 40-69 year age group. According to family status, most often occurs in the role of the father or in the male gender. According to the presence of gout topus, there were 4 respondents who were suspected of having polyarticular gout topus. Conclusion. There is a significant relationship between excessive alcohol consumption behavior and inherited genetic markers from the native Minahasa population, making the prevalence of gout in this village exceed 50%.