Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.uksw.edu//handle/123456789/32812
Title: Dominasi Kekuasaan dan Kekerasan Seksual pada Perempuan Minahasa di Kecamatan Modoinding : Perspektif Michel Foucault
Authors: Mema, Maria
Keywords: Domination;Sexuality;Violence;Women;Karema;Dominasi;Kekerasan;Seksualitas;Perempuan
Issue Date: Mar-2024
Abstract: The practice of sexual violence is any act that degrades and attacks someone's body based on differences in sex and gender roles. This indicates inequality and marginalization towards those considered weaker. Two important bases for the practice of sexual violence are the shifts in Tou Minahasa's sexuality and the development of a patriarchal culture that influences KeMinahasaan's identity. Through this, women's bodies are subjected to violence by society with the manifestation of power through knowledge, as knowledge always holds power. The research was conducted in the Modoinding area of South Minahasa, aimed to describe and analyze the understanding and actions of sexual violence in private and public spaces, as well as power relations regarding sexual violence practices from Michel Foucault's perspective. This research used a qualitative research method with a descriptive-analytical approach, and data collection techniques including observation, literature review, and in-depth interviews. There were 17 research participants. The findings of the research indicate that patriarchal culture is associated with exploitative and discriminatory practices that objectify women as sexual objects in society. The combination of power and knowledge forms a regime of truth that, within society, constructs motives for sexual discourse, such as descent, gender bias, and male sexual impulse, which create spaces for sexual violence practices against women. These conclusions contradict the mythology of Minahasa society that represents egalitarian human values, namely "mapute waya, rei siapa, si parukuan" (all equal, all human, worshipping none and being worshipped). The mythology that promotes the concept of egalitarianism is embodied in the first ancestor of a woman, "Si Katarenimema/Karema". Since Minahasa was formed, it has embodied egalitarian values found in the Toar and Lumimuut mythologies. These values of sexuality should become an episteme for Tou Minahasa to realize unity, equality, and justice.
Praktik kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan dan menyerang tubuh seseorang dengan alasan memiliki perbedaan jenis kelamin (seks) dan peran (gender). Hal ini menunjukkan ketidaksetaraan dan marginalisasi pada kaum yang dianggap lemah. Dua hal penting menjadi dasar pijak praktik kekerasan seksual, yaitu pergeseran seksualitas Tou Minahasa dan berkembangnya budaya patriarki yang memengaruhi identitas KeMinahasaan. Melalui inilah tubuh perempuan dijadikan praktik kekerasan oleh masyarakat dengan adanya kekuasaan yang teraktualisasi lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa. Penelitian dilakukan di wilayah Modoinding Minahasa Selatan, bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis pemahaman maupun tindakan kekerasan seksual masyarakat di ruang privat maupun publik dan relasi kekuasaan terhadap praktik kekerasan seksual menurut perspektif Michel Foucault. Penelitian ini memakai metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, teknik pengumpulan data yaitu melakukan observasi, studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Jumlah partisipan penelitian adalah 17 orang. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa budaya patriarki identitik dengan praktik eksploitatif dan diskriminatif yang menjadikan perempuan sebagai objek seksual di masyarakat. Kombinasi antara kekuasaan dan pengetahuan membentuk suatu regime of truth yang dalam lingkup masyarakat mengkontruksikan motif relasi wacana seksualitas yaitu keturunan, bias gender, dorongan seksual laki-laki, yang menjadi ruang terjadinya praktik kekerasan seksual pada perempuan. Temuan tersebut kontradiksi dengan mitologi masyarakat Minahasa yang merepresentasikan nilai kemanusiaan yang egaliter yakni mapute waya. Rei siapa, si parukuan (semua sama, sama-sama manusia, tidak yang disembah dan menyembah). Mitologi yang menghidupkan konsep keegaliteran itu merupakan leluhur pertama seorang perempuan “Si Katarenimema/Karema”. Sejak Minahasa terbentuk sudah memiliki nilai egaliter yang terkandung dalam mitologi Toar dan Lumimuut. Nilai seksualitas tersebut harus menjadi episteme oleh Tou Minahasa untuk merealisasikan persatuan, kesetaraan, dan keadilan.
URI: https://repository.uksw.edu//handle/123456789/32812
Appears in Collections:T2 - Master of Religion Sociology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
T2_752021041_Judul.pdf990.42 kBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Bab I.pdf
  Until 9999-01-01
435.52 kBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Bab II.pdf
  Until 9999-01-01
1.05 MBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Bab III.pdf
  Until 9999-01-01
2.78 MBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Bab IV.pdf
  Until 9999-01-01
1.76 MBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Bab V.pdf
  Until 9999-01-01
497.65 kBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Daftar Pustaka.pdf363.41 kBAdobe PDFView/Open
T2_752021041_Formulir Pernyataan Penyerahan Lisensi Noneksklusif dan Pilihan Embargo Tugas Akhir.pdf476.99 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.