Penyusunan Model Supply Chain Management Distribusi Pupuk Berbasis Sistem Informasi Laporan Akhir Hibah Penelitian Strategis Nasional Tema: Ketahanan Pangan

Abstract

Dengan dalih meningkatkan ketahanan pangan (food security) nasional, menciptakan campur tangan Pemerintah pusat dan daerah sangat dominan mulai dari komoditas pangan sampai input pertanian. Pupuk sebagai salah satu input produksi pangan yang penting. Masalah klasik tentang pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi adalah penyelewengan, kelangkaan dan kenaikan harga di tingkat petani. Direktur Kebijakan Persaingan KPPU (2009) menilai distribusi pupuk hanya sebagai sistem logistik dan masih lemah dalam pengawasan dan sanksi bagi pelanggaran. Secara spesifik, pejabat KPPU (23 Januari 2009) merinci ada tiga pelanggaran: (1) produsen melakukan praktek kartel dengan menahan pupuk atau menyalurkan tidak sesuai peruntukan, (2) rayonisasi atau pembagian wilayah pupuk non subsidi yang tidak tepat, dan (3) dugaan praktek penguasaan pasar dalam bentuk diskriminasi oleh produsen pupuk yaitu mengutamakan distributor anak usahanya daripada distributor lepas (independent). Produsen telah berupaya keras untuk mengatasi masalah tersebut baik dari sisi pengadaan, bufer stock {safety stock) di gudang produsen seluruh Indonesia. Produsen berusaha meningkatkan kinerja pengadaan dan distribusi berdasarkan kriteria 6 tepat (jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu). Sementara itu, Chopra dan Meindl (2004) mengajukan dua kategori pengukuran kinerja supply chain management: (I) cost factors dan (2) customer service factors, dengan maksud meningkatkan layanan kepada konsumen akhir (petani) dan meningkatkan efisiensi-atau menurunkan beban subsidi pemerintah. Penelitian ini diajukan untuk menghasilkan suatu model supply chain management (SCM) distribusi pupuk berbasiskan sistem informasi. Model SCM diharapkan dapat member sumbangan khususnya kepada Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) untuk menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi bagi petani dalam rangka penjaminan tercapainya program ketahanan pangan nasional. Metode penelitian yang dipakai adalah triangulasi dalam penelitian jangka panjang dari 2008-2013. Hasil penelitian dari survey, pengamatan dan indepth study dengan keyperson unsur unsur KP3 provinsi dan kabupaten, distributor serta Focus Group Discussion (FGD), makin meyakinkan bahwa kriteria 6 tepat belum belum standar dan instrumen terukur serta kewajiban melaporan. Sementara itu KP3 sebagai pengawas belum bias memperoleh laporan secara cepat yang siap pakai untuk mengambil tindakan, karena laporan yang diperoleh masih berupa hardcopy yang baru siap untuk diolah, serta sulitnya koordinasi karena jarak, waktu atau kesibukan unsur KP3. Prototipe perangkat lunak (software) yang dirancang Tim Peneliti September 2013, Focus Group Disccussion KP3 Jawa tengah memberi apresiasi atas upaya ini. Disadari proses finalisasi masih panjang karena perlu membangun infrastruktur teknologi informasi, protokol pengelolaan dan sejumlah database pendukung antara lain verifikasi dan inputing data base 4,29 juta keluarga petani dengan atributnya, belum tersedianya standar pengukuran dan kewajiban melaporkan KPI 6-TEPAT. Pada tahap awal, perangkat lunak bisa digunakan untuk mengganti laporan manual berbasis kertas yang dikirim melalui Pos diganti dengan laporan elektronik secara online dengan analisis diviasi sederhana. Dalam kerangka sistem pengendalian manajemen pupuk, maka pengembangan perangkat lunak ini bagi produsen akan mendukung pengawasan melekat (internal control) dan bagi KP3 akan mendukung perannya sebagai komisi internal audit