Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.uksw.edu//handle/123456789/35090
Title: | Antara Memori Kolektif dan Kebangsaan: Studi Historis terhadap Pelarangan Pembangunan Rumah Ibadah HKBP Maranatha Cilegon |
Authors: | Butarbutar, Clance Poniton |
Keywords: | Memori Kolektif;Bangsa;Identitas;Beragama;Cilegon |
Issue Date: | 16-Sep-2024 |
Abstract: | Penelitian ini berfokus pada kajian memori kolektif dan paham kebangsaan atas konflik penolakan pendirian rumah ibadah HKBP Maranatha Cilegon. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian sejarah (historical research), dengan studi kearsipan sebagai metode mendekati data, dan data tambahan berupa wawancara terhadap seorang Arsiparis DPKD Banten serta sekretaris utama panitia pembangunan HKBP Maranatha Cilegon. Melalui penelitian yang dilakukan, didapati bahwa penolakan pendirian gereja di Kota Cilegon didorong oleh adanya Memori Kolektif yang terbentuk masa kolonialisasi serta peristiwa Geger Cilegon yang terus dipertahankan melalui simbol-simbol, baik dalam bentuk petuah, aturan dan sikap pemerintah serta nama daerah. Sebagaimana disampaikan Halbwachs dan Assmann, memori tersebut membentuk identitas dan pola perilaku masyarakat termasuk dalam beragama, dengan penolakan sebagai bentuk mempertahankan identitasnya. Hal tersebut tidak serta merta tindakan intoleran, tetapi sebagaimana dalam pemahaman John Titaley, penolakan tersebut terjadi karena ketidakmampuan masyarakat dan pemerintah dalam mendialektikkan identitas ganda (Primordial dan Nasional) ketika mem-ber-ada-kan Indonesia. Ketidakmampuan tersebut melahirkan sikap pengutamaan akan identitas primordial dan mengabaikan identitas nasional dalam ber-Indonesia. Sehingga konsep bangsa yang dibangun oleh Sukarno untuk Indonesia dengan dasar semua buat semua yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila tidak dapat terwujud di Kota Cilegon akibat pengutamaan identitas primordial tersebut. Padahal spirit semua buat semua dalam melahirkan Indonesia mencakup segala identitas primordial pra-Indonesia, sehingga harusnya seluruh agama berhak atas Indonesia. Ketidakmampuan mendialektikkan identitas ganda tersebut memberi kesimpulan bahwa Indonesia belum sepenuhnya siap merdeka dan mem-ber-ada-kan dirinya, terutama dalam beragama. Sehingga Indonesia pada akhirnya kembali menjadi primordial lagi, dimana yang terdapat bukanlah semua buat semua, tetapi primordial buat semua. |
URI: | https://repository.uksw.edu//handle/123456789/35090 |
Appears in Collections: | T1 - Theology |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
T1_712020102_Judul.pdf | 1.97 MB | Adobe PDF | View/Open | |
T1_712020102_Isi.pdf Until 9999-01-01 | 690.18 kB | Adobe PDF | View/Open | |
T1_712020102_Daftar Pustaka.pdf | 494.14 kB | Adobe PDF | View/Open | |
T1_712020102_Formulir Pernyataan Persetujuan Penyerahan Lisensi dan Pilihan Embargo.pdf Until 9999-01-01 | 778.61 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.