Pancasila dan Transformasi Ruang Publik (Public Sphere) Kontribusi Jurgen Habermas Bagi Riset Fenomenologis Ruang Publik Kota Salatiga, Jawa Tengah dan Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara

Abstract

Secara absolut, demokrasi tidak mungkin eksis tanpa ruang publik (public sphere) yang dinamis dan memiliki pengaruh politis signifikan. Peristiwa Reformasi bangsa Indonesia pada tahun 1998 yang menjadi tonggak sejarah baru hidup berdemokrasi selaras cita-cita Proklamasi Kemerdekaan merupakan hasil suatu dinamika ruang publik. Dunia kehidupan (Lebenswelt) masyarakat Indonesia yang menjadi akar-akar peristiwa Reformasi itu tampak berkomitmen tinggi terhadap praksis hidup bersama yang emansipatif, egaliter, adil dan beradap. Dalam peristiwa Reformasi, terartikulasi dengan eksplisit tindakan-tindakan komunikasi masyarakat yang konfrontatif terhadap tatanan hidup yang berwatak kolonial, represif dan diskriminatif. Kedaulatan seluruh rakyat untuk hidup emansipatif dan egaliter ditegakkan kembali melalui peristiwa Reformasi. Kesadaran kolektif (collective consciousness) masyarakat Indonesia tentang mutlak pentingnya ruang publik mewujudkan cita-cita Proklamasi kemerdekan menjadi bangsa yang demokratis dan beradap semakin menguat. Partisipasi rakyat yang intens dalam aktivitas-aktivitas di ruang publik untuk mengontrol sistem politik pemerintahan dan dunia dunia ekonomi (market) supaya bekerja bagi demokratisasi menjadi suatu keharusan. Transformasi ruang publik menjadi kekuatan demokratisasi sangat krusial dan urgen. Ruang publik kota Salatiga dan kota P. Siantar telah berkontribusi signifikan dan konstruktif bagi perwujudan kota Salatiga yang didominasi agama Islam dan etnis Jawa serta kota P. Siantar yang didominasi oleh agama Kristen dan etnis Batak menjadi dua kota dengan tingkat hidup berdemokrasi yang tinggi di Indonesia. Riset fenomenologis dengan mengimplementasikan sumbangan-sumbangan teori ruang publik Jurgen Habermas terhadap ruang publik kedua kota tersebut menyingkapkan bahwa ternyata ruang publik kedua kota tersebut berakar pada dunia kehidupannya. Komponen-komponen dunia kehidupan kedua kota itu seperti keagamaan, kebudayaan, kesadaran kebangsaan (nasionalisme) dan dunia pendidikan berkomitmen teguh terhadap perwujudan hidup bersama yang demokratis selaras dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Dunia kehidupan menjadi episentrum dan dirijen yang mengorkestrai gerakan-gerakan demokratisasi. Sebab itu, transformasi ruang publik sebagai kekuatan yang berpengaruh signfikan bagi demokratisasi semestinya dilakukan dengan merawat dan menumbuh-kembangkan akar-akar yang memberi pertumbuhan bagi ruang publik. Akar-akar itu adalah komponen-komponen dunia kehidupan yang terdiri dari dunia keagamaan, kebudayaan, nasionalisme dan dunia pendidikan. Realitas hidup berdemokrasi di kota Salatiga dan kota P. Siantar merupakan hasil konfigurasi gerakan-gerakan dunia kehidupan keagamaan, kebudayaan, nasionalisme dan dunia pendidikan dengan nilai-nilai luhurnya yang intens, kreatif dan rasional diartikulasikan di ruang publik.